"Aku hanya ingin bahagia, ya Allah..." pintaku saat masih berseragam putih merah. Dan Allah mengabulkan doaku menjelang hari ulang tahun yang kelima belas. Aku tinggal di ibukota bersama Embah (kini sudah almarhum), perempuan yang menyayangiku dengan tulus dan tanpa pamrih. Tiga tahun penuh kebahagiaan diantara shock culture yang kurasakan sebagai anak desa yang bersekolah di kota.
Tahun berikutnya, kaki ini berpijak di kota lain. Asing. Hidup sendirian sebagai anak kost. Di kota inilah, aku berhasil menyembuhkan luka dan perlahan menemukan jati diri. Takdir mempertemukanku dengan jodoh pendamping hidup. Aku bahagia. Sesuai impian, sang pujaan akan membawaku pergi jauh. Merantau. Aku tidak peduli pergi ke mana. Pokoknya pergi. Jauh.